Haruskah menyebut Nabi Muhammad dengan “Muhammad SAW”?

Posted on Rabu, 02 Maret 2011 | 0 komentar

       
Pernah aku dikritik ketika menyebut “Allah” dalam tulisanku. (Mengapa bukan “Allah SWT”?). Pernah pula aku diolok-olok ketika menyebut “Nabi Muhammad” dalam tulisanku. (Mengapa bukan “Muhammad SAW”?)
Tanggapan M Shodiq Mustika:
Haruskah menyebut Allah dengan “Allah SWT”? Haruskah menuliskan “Nabi Muhammad” dengan “Nabi Muhammad SAW”? (Tidak kelirukah menuliskan singkatan “SWT”, “SAW”, “a.s.”, “r.a.”, dan sebagainya?)
Dalam pengamatanku, Al-Qur’an tidak mengharuskan kita untuk menyebut Allah dengan “Allah SWT”. Aku melihat, ada banyak sekali ayat yang menyebut kata “Allah” saja tanpa tambahan “SWT”. Malah, sebuah ayat menyatakan dengan tegas: “Katakanlah, ‘Allah itu satu’.” (QS al-Ikhlash ayat pertama.) Ayat ini TIDAK berbunyi: “Katakanlah, ‘Allah SWT itu satu’.” Tidak ada ayat yang menyebut “Allah SWT”, bukan?
Sungguhpun demikian, aku tidak bermaksud melarang penambahan kata “SWT” atau “subhaanahuu wa ta’aalaa” dalam menyebut “Allah”. Mungkin saja ada kalanya penambahan ini bagus, khususnya untuk mengingatkan kita akan sifat-sifat Allah.
Dalam pengamatanku pula, Al-Qur’an tidak mengharuskan kita untuk menyebut “Nabi Muhammad” dengan “Muhammad SAW”. Aku melihat, ada ayat yang menyebut nama “Muhammad” begitu saja tanpa tambahan “SAW”. (Lihat QS Muhammad ayat kedua.) Sementara itu, tidak ada ayat yang menyebut “Muhammad SAW”, bukan?
Syahadat kita pun, menurut al-Hadits, demikian:
Asyhadu allaa ilaaha illallaah
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah.
Wa asyhadu anna muhammadar rasuulullaah
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.
Memang, dalam kaitannya dengan penyebutan nama Nabi Muhammad SAW, ada sejumlah hadits yang sangat menganjurkan kita untuk bershalawat. Namun dalam pengamatanku, yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut adalah anjuran bershalawat ketika nama beliau disebut. Diantaranya:
Riwayat dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah saw [yang] bersabda: “Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bershalawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy]
Sabda Rasulullah saw: “Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak bershalawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim]
Aku belum pernah menjumpai adanya anjuran dari Allah atau pun Nabi Muhammad untuk menambahkan kata “SAW” ketika menyebut nama beliau. (Ada perbedaan antara “ketika disebut” dan “ketika menyebut”, bukan?)
Sungguhpun demikian, aku tidak bermaksud melarang penambahan kata “SAW” atau “shallallaahu ‘alayhi wa sallam” dalam menyebut “Nabi Muhammad” atau “Muhammad Rasulullah”. Mungkin saja ada kalanya penambahan ini bagus, khususnya untuk mengingatkan kita untuk mengucapkan shalawat ketika nama beliau disebut.
Dan Allah sajalah Yang Mahatahu.

Bagaimana Cara PACARAN Ala Islami

Posted on Sabtu, 19 Februari 2011 | 0 komentar
Bagaimana pandangan Ibnu Qoyyim tentang hal ini ? Kata Ibnu Qoyyim, " Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya. "
" Bohong !" Itulah pandangan mereka guna membela hawa nafsunya yang dimurkai Allah, yakni berpacaran. Karena mereka telah tersosialisasi dengan keadaan seperti ini, seolah-olah mengharuskan adanya pacaran dengan bercintaan secara haram. Bahkan lebih dari itu mereka berani mengikrarkan, bahwa cinta yang dilahirkan bersama dengan sang pacar adalah cinta suci dan bukan cinta birahi. Hal ini didengung-dengungkan, dipublikasikan dalam segala bentuk media, entah cetak maupun elektronika. Entah yang legal maupun ilegal. Padahal yang diistilahkan kesucian dalam islam adalah bukanlah semata-mata kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja. Lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan dan sekujur anggota tubuh, bahkan kesucian hati wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, zinanya hati adalah  membayangkan dan menghayal, zinannya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan muhrim. Dan pacaran adalah refleksi hubungan intim, dan merupakan ring empuk untuk memberi kesempatan terjadinya segala macam zina ini.
Rasulullah bersabda,
" Telah tertulis atas anak adam nasibnya dari hal zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tak dapat tidak. Zinanya mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah ingin dan berangan-angan. Dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau didustakannya."
Jika kita sejenak mau introspeksi diri dan mengkaji hadist ini dengan kepala dingin maka dapat dipastikan bahwa segala macam bentuk zina terjadi karena motivasi yang tinggi dari rasa tak pernah puas sebagai watak khas makhluk yang bernama manusia. Dan kapan saja, diman saja, perasaan tak pernah puas itu selalu memegang peranan. Seperti halnya dalam berpacaran ini.  Pacaran adalah sebuah proses ketidakpuasan yang terus berlanjut untuk sebuah pembuktian cinta. Kita lihat secara umum tahapan dalam pacaran.
  1. Perjumpaan pertama, yaitu perjumpan keduanya yang belum saling kenal. Kemudian berkenalan baik melalui perantara teman atau inisiatif sendiri. hasrat ingin berkenalan ini begitu menggebu karena dirasakan ada sifat2 yang menjadi sebab keduanya merasakan getaran yang lain dalam dada. Hubungan pun berlanjut, penilaian terhadap sang kenalan terasa begitu manis,      pertama ia nilai dengan daya tarik fisik dan penampilannya, mata sebagai juri. Senyum pun mengiringi, kemudian tertegun akhirnya , akhirnya jantung berdebar, dan hati rindu menggelora. Pertanyaan yang timbul kemudaian adalah kata-kata pujian, kemudian ia tuliskan dalam buku diary, "Akankah ia mencintaiku." Bila bertemu ia akan pandang berlama-lama, ia akan puaskan rasa rindu dalam dadanya.
  2. Pengungkapan diri dan pertalian, disinilah tahap ucapan I Love You, "Aku mencintaimu". Si Juliet akan sebagai penjual akan menawarkan cintanya dengan rasa malu, dan sang Romeo akan membelinya dengan, "I LOve You". Jika Juliet diam dengan tersipu dan tertunduk malu, maka sang Romeo pun telah cukup mengerti dengan sikap itu. Kesepakatan  pun dibuat, ada ijin sang romeo untuk datang kerumah, "Apel Mingguan atau Wakuncar ". Kapan pun sang Romeo pengin datang maka pintu pun terbuka dan di sinilah mereka akan menumpahkan perasaan masing-masing, persoalanmu menjadi persoalannya, sedihmu menjadi sedihnya, sukamu menjadi riangnya, hatimu menjadi hatinya, bahkan jiwamu menjadi hidupnya. Sepakat pengin terus bersama, berjanji sehidup semati, berjanji sampai rumah tangga. Asyik dan syahdu.
  3. Pembuktian, inilah sebuah pengungkapan diri, rasa cinta yang menggelora pada sang kekasih seakan tak mampu untuk menolak ajakan sang kekasih. " buktikan cintamu sayangku". Hal ini menjadikan perasaan masing-masing saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan diantara keduanya. Bila sudah seperti ini ajakan ciuman bahkan bersenggama pun sulit untuk ditolak. Na'udzubillah
Begitulah akhirnya mereka berdua telah terjerumus dalam nafsu syahwat, tali-tali iblis telah mengikat. Mereka jadi terbiasa jalan berdua bergandengan tangan, canda gurau dengan cubit sayang, senyum tawa sambil bergelayutan,  dan cium sayang melepas abang. Kunjungan kesatu, kedua, ketiga, keseratus, keseribu, dan yang tinggal sekarang adalah suasana usang, bosan, dan menjenuhkan percintaan . Segalanya telah diberikan sang juliet, Juliet pun menuntut sang Romeo bertanggung jawab ? Ternyata sang romeo pergi tanpa pesan walaupun datang dengan kesan. Sungguh malang nasib Juliet.
Wahai para Muslimah sadarlah akan lamunan kalian , bayang-bayang cinta yang  suci, bukanlah dengan pacaran , cobalah pikirkan buat kamu muslimah yang masih bergelimang dengan pacaran atau kalian wahai pemuda yang suka gonta-ganti pacar. Cobalah jawab dengan hati jujur pertanyaan-pertanyaan berikut dan renungkan ! Kami tanya :
  1. Apakah kamu dapat berlaku jujur tentang hal adegan yang pernah kamu kamu lakukan waktu pacaran dengan si A,B,C s/d Z kepada calon pasangan yang akan menjadi istri atau suami kamu yang sesungguhnya ? Kalau tidak kenapa kamu berani mengatakan, pacaran merupakan suatu bentuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan dilandasi sikap saling percaya ? Sedangkan kenapa kepada calon pasangan hidup kamu yang sesungguhnya kamu berdusta ? Bukankah sikap keterbukaan merupakan salah satu kunci terbinanya keluarga sakinah?
  2. Mengapa kamu pusing tujuh keliling untuk memutuskan seseorang menjadi pendamping hidupmu ? Apakah kamu takut mendapat pendamping yang setelah sekian kali pindah tangan ? " Aku ingin calon pendamping yang baik-baik" Kamu katakan seperti ini tapi mengapa kamu begitu gemar pacaran, hingga melahirkan korban baru yang siap pindah tangan dengan kondisi " Aku bukan calon pendamping yang baik" , bekas dari tanganmu, sungguh bekas tanganmu ?
  3. Jika kamu disuruh memilih diantara dua calon pasangan hidup kamu antara yang satu pernah pacaran dan yang satu begitu teguh memegang syari'at agama, yang mana yang akan kamu pilih ? Tentu yang teguh dalam memegangi agama, ya Khan ? Tapi kenapa kamu berpacaran dengan yang lain sementara kamu menginginkan pendamping yang bersih ?
  4. Bagaimana perasaan kamu jika mengetahui istri/ suami kamu sekarang punya nostalgia berpacaran yang sampai terjadi tidak suci lagi ? Tentu kecewa bukan kepalang. Tetapi mengapa sekarang kamu melakukan itu kepada orang yang itu akan menjadi pendamping hidup orang lain ?
  5. Kalaupun istri/suami kamu sekarang mau membuka mulut tentang nostalgia berpacaran sebelum menikah dengan kamu. Apakah kamu percaya jika dia bilang kala itu kami berdua hanya bicara biasa-biasa saja dan tidak saling bersentuhan tangan ? Kalau tidak kenapa ketika pacaran bersentuhan tangan dan berciuman kamu bilang sebagai bumbu penyedap ?
  6. Jika kamu nantinya sudah punya anak apakah rela punya anak yang telah ternoda ? Kalau tidak kenapa kamu tega menyeret Ortu kamu ke dalam neraka Api Allah ? Kamu tuntut mereka di hadapan Allah karena tidak melarang kamu berpacaran dan tidak menganjurkan kamu untuk segera menikah.
Karena itu wahai muslimah dan kalian para pemuda kembalilah ke fitrah semula. Fitrah yang telah menjadi sunattullah, tidak satupun yang lari daripadanya melainkan akan binasa dan hancur.
Inti dari pembahasan ini adalah "PACARAN ITU HARAM"

Cinta Tanpa Koma

Posted on | 0 komentar
Bicara tentang cinta pasti nggak pernah ada habisnya. Akan selalu ada cerita. Beragam cerita tentang berbagai versi cinta di dalamnya. Cerita bahagia. Cerita sedih. Cerita tentang kemarahan. Cerita tentang kerinduan. Cinta kepada orang tua. Cinta kepada sahabat. Cinta kepada saudara. Cinta kepada kekasih. Cinta kepada kekuasaan. Cinta kepada kekayaan.
Tapi, adakah cinta sejati di antara semua itu? Cinta yang dapat membuat pengorbanan dilakukan tanpa penyesalan. Cinta yang mampu melahirkan sejatinya kebahagiaan. amai orang berlomba mencari cinta yang sesungguhnya. Mereka mencari, kita mencari, menapaki jalannya masing-masing dengan caranya sendiri. Ada yang dengan memperturutkan hawa nafsu, menjadikan diri sendiri sebagai satu-satunya penentu. Sehingga tidak  heran bertebaranlah cinta rela mati ala Romeo dan Juliet atau ala Jack ‘n Rose. Sehingga lahirlah perayaan berhala cinta ala Juno Februata atau ala Dewa Zeus dan Hera. Cinta liar. Cinta tanpa akal. Cinta tanpa perenungan. Lalu bagi kita,  cinta sejati seperti apakah yang akan kita perjuangkan? Cinta sejati seperti apakah yang layak kita miliki dan bagi?
Cinta sejati yang terabai
Manusia ada karena diciptakan oleh Sang Penguasa Alam Semesta, Allah Swt. Allah telah ciptakan manusia dengan rasa butuh. Manusia membutuhkan makanan-minuman, pakaian dan tempat tinggal untuk bisa tetap menjalani kehidupan. Manusia membutuhkan perlindungan untuk bisa hidup dengan aman. Manusia membutuhkan pendidikan agar mampu berkembang.
Allah ciptakan manusia dengan kemampuan merasa: haru, marah, suka, takut, sedih, takjub, kecewa, cinta. Sehingga hidupnya bisa dijalani dengan lebih berwarna.
Allah ciptakan manusia dengan menyediakan segala isi bumi dan langit diperuntukkan bagi manusia. Allah curahkan air dari langit sebagai penyubur tanaman. Allah ciptakan laut dan sungai beserta makhluk di dalamnya. Allah telah ciptakan padang rumput untuk manusia bisa gembalakan hewan ternak bagi kepentingannya. Allah telah ciptakan pepohonan sehingga manusia bisa berteduh dan membuat tempat tinggal.
Allah telah ciptakan padi, gandum, jagung, ketela untuk mengenyangkan perut manusia. Allah telah ciptakan api dan barang tambang sehingga manusia bisa hidup lebih nyaman. Air, api, udara, tanah, Allah sudah serahkan semuanya bagi manusia. Allah telah hadirkan akal pada manusia sehingga mampu selalu memajukan hidupnya. Dan itu yang teristimewa. Namun, apa yang telah manusia perbuat untuk membalas cintaNya?
Cinta Allah dibalas dengan pendustaan terhadap perintah dan laranganNya. Cinta Allah dibalas dengan penolakan untuk berhukum berdasarkan aturanNya. Yang halal tidak dipedulikan! Yang haram dilanggar! Cinta Allah dibalas dengan pelalaian, pembohongan, dan keengganan untuk taat sepenuhnya, untuk mengabdi sepenuh jiwa. Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. hanya dipakai sesekali, tidak untuk dikaji lagi dan ditaati. Ironis. Miris.
Cinta sejati tak akan pernah menyakiti
Cinta Allah kepada makhlukNya adalah ampunan dan nikmatNya atas mereka, dengan rahmat dan ampunanNya, serta pujian yang baik kepada mereka. Cinta Allah kepada kaum mukmin adalah pujian, pahala, dan ampunan bagi mereka (Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah, hlm.: 42)
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya dari hadist Anas bin Malik r.a. Dia berkata: “Rasulullah saw bersabda tentang apa yang beliau riwayatkan dari Rabnya.  Dia berfirman : ‘….Jika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar. Aku menjadi matanya yang ia gunakan untuk memandang. Aku menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memegang. Aku menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. DenganKu ia mendengar, denganKu dia memandang, denganKu dia memegang, denganKu dia berjalan.  Seandainya ia meminta kepadaKu, niscaya Aku benar-benar memberikan kepadanya permintaanya, dan seandainya dia berlindung kepadaKu, niscaya Aku benar-benar melindunginya….”
Dari Anas r.a., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:”Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya ia telah menemukan manisnya iman. Yaitu orang yang mencintai Allah dan RasulNya lebih dari yang lainnya, orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah, dan orang yang tidak suka kembali kepada kukufuran sebagaimana dia tidak suka dilemparkan ke Neraka.(Mutafaq ‘alaih)
Indah. Teramat indah cinta yang Allah Swt. anugerahkan kepada manusia. Cinta yang melebihi cinta semua makhluk di seluruh jagad raya. Kalau kita membalas cinta itu dengan tulus dijamin tidak akan pernah bertepuk sebelah tangan, bahkan balasannya melebihi apa yang kita mampu perkirakan.
Itulah cinta Allah, cinta sejati. Cinta yang nggak akan pernah menyakiti.

Cinta tanpa koma
Cinta Allah bagi para hambaNya sudah sangat jelas tidak akan pernah lekang oleh jaman. Nggak pernah habis digerus kondisi, situasi, dan waktu. Lalu bagaimana sebaliknya? Balasan seperti apa yang sepatutnya kita persembahkan bagi Allah? Pastinya cinta haruslah dibalas dengan cinta. Cinta yang seperti apa? Al Zujaj berkata, “Cintanya manusia kepada Allah dan RasulNya adalah menaati keduanya dan ridlo terhadap segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasulullah saw.”
Di sebuah kisah, Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, dan Utsman datang bertamu ke rumah Ali. Di sana mereka dijamu oleh Fathimah, putri Rasulullah sekaligus istri Ali bin Abi Thalib. Fathimah menghidangkan untuk mereka semangkuk madu. Ketika mangkuk itu diletakkan, sehelai rambut jatuh melayang dekat mereka. Rasulullah segera meminta para sahabatnya untuk membuat perbandingan terhadap ketiga benda tersebut, yaitu mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut. Malaikat Jibril yang hadir bersama mereka, turut membuat perumpamaan, “Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik.  Menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut.” Allah Ta'ala, pun membuat perumpamaan dengan firmanNya dalam hadits Qudsi, “SurgaKu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu. Nikmat surgaKu itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju surgaKu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.” (Sabili No.09 Th.X)
Cinta kita kepada Allah akan mampu membuat kita rela berkorban apa saja demi Dia, membuat kita akan terus mengingatNya, tunduk terhadap segala tuntunanNya, dan bersabar atas segala ujian dariNya. Tanpa kita was-was kalau cinta kita tidak berbalas. Allah sendiri yang menjanjikan seperti yang termaktub dalam hadist Qudsi di atas. Surga. Memang akan selalu muncul rintangan di tengah perjalanan. Akan ada jalan terjal menuju ke  sana. Namun Allah sudah pastikan surga itu nyata ada buat kita.
Cinta kepada Allah memang harus diletakkan di atas segalanya. Namun, bukan berarti cinta kita kepada manusia yang lain tersingkirkan. Cinta seperti itu seharusnya tetap ada dan memang akan terus ada karena secara alami Allah telah ciptakan bagi kita. Namun, harus dipastikan bahwa iman yang menjadi satu-satunya sandaran. Sandaran bagi cinta. Sandaran bagi benci kita.
Allah berfirman dalam hadist Qudsi:”KecintaanKu pasti akan diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai karenaKu. KecintaanKu berhak diperoleh oleh orang-orang yang saling mengunjungi karenaKu. Kecintaanku berhak diperoleh olah orang yang saling memberi karenaKu. KecintaanKu berhak diperoleh oleh orang yang saling menjalin persaudaraan karenaKu.”
Keindahan cinta seperti itu pernah ditunjukkan oleh Suhail bin Amr, Ikrimah bin Jahal, dan Al Harist bin Hisyam.  Ketiganya  adalah syuhada di Perang Yarmuk tahun 15 H.  Saat itu mereka bertiga mengalami dahaga yang luar biasa. Para sahabat yang mengetahui itu segera membawakan  air kepada Ikrimah. Namun Ikrimah menolak karena dia melihat Suhail merasakan yang sama. Ikrimah meminta para sahabat memberikan air itu kepada Suhail. Rasa haus sudah mencengkeram kerongkongan, namun di titik nafas penghabisan itu Suhail melihat Al-Harits bin Hisyam juga sedang kehausan. Dia  meminta air itu diberikan kepada Al Harits. Ketika air itu tiba, ternyata Al Harits sudah tiada. Air itu segera dibawa ke Ikrimah kembali, ternyata dia pun sudah tidak bernafas lagi. Sahabat langsung membawakan air kepada Suhail, ternyata kondisi Suhail pun sama, sudah gugur menjadi syuhada. Akhirnya mereka bertiga syahid dalam pengorbanan dan kesetiaan kepada saudara seiman, seakidah, dan tentunya wafat dalam berjuang di jalan Allah, jihad fisabilillah.
Jangan sampai iman pudar lalu hawa nafsu yang menang. Ketika itu yang terjadi maka cinta Allah yang agung tidak akan pernah bisa diindera, dirasa. Cinta antar manusia pun hanya akan berbuah malapetaka. Keinginan kita menuju surgaNya akan sirna.

“Betapa buruk pemuda yang memiliki budi pekerti

dipaksa mengorbankan adab karena nafsu diri
kehinaan didatangi padahal ia mengetahuinya
kehormatannya terkoyak dan kehinaan dijaga
kesadarannya bangkit tatkala dia jatuh terjerembab
dia menangis  tatkala tak mampu lagi bangkit” (Syair Abu Bulaf al-Ajly)
Bro en Sis, Allah Swt. masih memberikan kesempatan bagi kita untuk mencintaiNya dan kita masih memiliki peluang untuk menerima curahan kasih sayangNya. Lalu  mengapa kita tidak berusaha mewujudkan itu pada diri kita?  Jangan sampai ada rasa sesal di kemudian hari karena kesempatan yang berharga telah hilang dari diri.
Cinta Allah akan senantiasa mengalir bagi para hambaNya. Siang. Malam. Saat manusia terjaga. Saat manusia terlelap. Ketika manusia ingat. Ketika manusia khilaf. Tiap detik helaan nafas. Tiap hentakan langkah yang kita buat. Tiap waktu cinta Allah hadir selalu. Cinta tanpa titik akhir. Tanpa jeda. Cinta tanpa koma. Kita pun wajib membalasnya dengan upaya sekuat tenaga untuk memgkokohkan iman, memelihara perjuangan, tentunya diiringi doa dan ketulusan. [nafiisah: http://nafiisahfb.co.cc]

ANTARA CINTA DAN NAFSU

Posted on | 0 komentar
Sobat gaulislam, pasti di tempat kamu tinggal ada taman kota kan ya. Coba amati apa aja yang terjadi di taman kota saat pagi, siang, malam bahkan dini hari or subuh hari.  Kalo lagi nggak repot, boleh deh kamu itung ada berapa pasang manusia (lawan jenis) yang lagi ‘ehm ehm’(baca: ‘umbar nafsu’). Kalo di taman kota tempat saya tinggal (berbentuk siring di tepi sungai dan dihiasi lampu taman gitu), waduh… berita nggak enak dibaca, dilihat, bahkan didenger. Itu udah jadi konsumsi masyarakat. Di seberang taman  (dipisahkan oleh sungai besar) ada kedai makan di tepi sungai tempat dulu saya sering nongkrong bareng temen-temen.  Nah, dari kedai justru keliatan pasangan manusia lawan jenis yang lagi ngumbar nafsu di taman kota itu. Bahaya!
Dikira mereka nggak keliatan tuh, padahal kelihatan jelas banget dari kedai. Udahlah yang cewek pake kerudung, yang cowok sok ngebujuk-bujuk “if u love me so kiss me” plus acara grapa-grepenya. Nah itu baru sekeping fakta dari kota tempat saya tinggal. Hiks..
Terperangkap!
“Igh! Nggak gitu deh! Pacaran mah biasa aja. Paling pegangan tangan, pelukan…” Eits, ada yang nyolot!
“Boro-boro pegangan! Pacarannya islami nih! Nggak pake bedua, nggak pake pegang-pegangan. Paling sms-an or bbm-an, telponan, chatting. Kalo jalan juga bareng keluarga atau temen-temen” Nah… nah, ada lagi yang ngebela diri. Huupss!
“Kalo nggak pacaran, gimana bisa kenal lawan jenis? Kalo nggak dicoba mana tau dia masih perawan atau nggak? Saya kan nggak mau punya calon istri yang nggak perawan.” Waduh, ngasal banget nih! Kacau dah!
Nah itu tuh, itu yang bikin sulit ngebedain yang mana cinta dan mana yang nafsu. Coz, kalo udah ngebet mah jadi beda-beda tipis gitu. Heuheu.  Mo nikah, masih ‘muda, masih sekolah, belum siap. Tapi ngebet, pengen dimiliki en memiliki. Tapi kok siap sih grapa-grepe gitu? Kok siap sih ngumbar nafsu baik secara fisik or hati (jiah..).  Nah, itulah nafsu. Nggak mikir entar ke depannya bakal gimana. Apalagi yang namanya penyesalan nggak pernah datang duluan, pasti belakangan. Akhirnya terperangkap deh !
Ada apa di balik nafsu?
Hehe.. iya nih, ada apa ya di balik nafsu? Apalagi cinta dan nafsu jadi beda-beda tipis gitu kalo kondisinya udah ngebet banget! Halah, jangan jadi alesan deh. So, gimana dunk supaya hawa nafsu nggak menjerumuskan kita semua dalam kemaksiatan? Ada yang kudu dipahami nih, sebab ada faktor internal (dalem) dan eksternal (luar).
Faktor internal jelas dari diri kita sendiri. Apakah selama ini kita memahami bahwa kita adalah hamba Allah Ta’ala? Kalo udah tahu bahwa kita diciptakan Allah Swt. untuk beribadah (beraktivitas sesuai aturan Allah) kepadaNya artinya kita kudu ngeh apa aja aturan-aturan Allah buat ngatur hidup kita.
Rasulullah jelas banget nih ngasih tahunya sewaktu ditanya ama para shahabatnya. “Para shahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah jika salah seorang di antara kami mengikuti syahwatnya, adakah ia mendapat pahala karenanya?’  Rasulullah bersabda,’Tahukah kalian jika seseorang menumpahkan syahwatnya pada yang haram tidakkah ia berdosa?’ Maka demikian pula apabila ia menempatkan syahwatnya pada yang halal adalah pahala baginya.” (HR Muslim)
So, kalo hawa nafsu udah menguasai, jangan dilupain deh ilmu-ilmu Islam yang udah kita kaji. Selain diajarin shaum (puasa), perbanyak baca al-Quran, shalat wajib jangan ditinggal juga tambahin deh pake shalat sunnat. Nah, ibadah mahdhoh kalo ditekuni serius, ikhlas lahir batin, insya Allah mampu meredam nafsu. Terus, jangan forsir energi dan pikiran buat hal-hal yang nggak berguna. Contohnya neh, pas saya nongkrong di warung pempek, sempet nguping rumpian tiga orang cewek. Yang dirumpiin ternyata kasus para cowok-cowok mereka yang hobi kelain hati.
Aduh Neng! Belon juga merit, masih pada sekolah, yang dipikirin malah gimana supaya cowok-cowok ‘yang jelas bukan suami mereka’ agar nggak kelain hati! Coba kek pikirin bisnis yang menghasilkan duit dengan cara yang halal, jadi bisa ngeringanin pengeluaran ortu atau mikirin kondisi sekolah gimana supaya bisa taat syariah dan pro penegakan khilafah, atau ngerumpiin gimana caranya bikin pengajian yang nggak panas-panas tahi ayam alias angin-anginan. Pastinya lebih berguna deh.
Nah, kalo faktor eksternal artinya dari luar diri kita. Misalnya pengaruh dari temen-temen yang nggak bener, juga peran media tv-internet-musik-media cetak bahkan bisa bikin kita terjerumus ke dalam kemaksiatan. Nggak usah terpengaruh bujukan teman-teman yang bilang bahwa “virgin itu nggak ok!” Atau “Kalo cewek elo tetep perawan, cemen deh!” Udah, jangan hiraukan temen-temen yang kayak gitu. Justru seharusnya seorang mukmin jadi cermin mukmin yang lain, di mana aja kalo ketemu kudu saling mencegah tindakan yang bakal mencemari kehormatan saudaranya dan kudu melindungi.
Kalo masalah media elektronik en cetak, waduh, udah deh jauhin aja. Kalo yang nggak perlu-perlu banget nggak usah diliat. Ini mah, lagi rame-rame video mesum seleb, heboh pada sibuk transfer via bluetooth ke hape masing-masing. Sibuk ngunduh di komputer. Bahkan ampe bela-belain seleb yang oknum video mesum itu. Idih, kayak nggak ada kerjaan yang laen aja. Coba deh mending kamu nyuci cucianmu yang segunung, lumayan kan bisa ngeringanin beban nyokap or pembokat, malah dapet pahala en bisa ngalihkan kamu dari kesibukan yang nggak berguna atau bahkan yang dimurkai Allah Swt. Na’udzubillah min dzalik.
Efek dari nonton tayangan-tayangan dan bacaan-bacaan ‘yang merangsang’ bisa serius loh dampaknya. Minimal pasti gharizah na’u alias naluri ‘melestarikan jenis’ bakal terwujud dalam bentuk ‘piktor alias pikiran kotor’ en ‘ngelonjor alias ngelamoen jorok’ terus berlanjut ke—sori—masturbasi. Yang parah, kalo udah grapa-grepe, tindak pencabulan, perzinaan ampe pemerkosaan. Waduh!
Nah, kalo udah kayak gini, pemerintah seharusnya udah turun tangan dan tegas buat ngurus para pemudanya.  Biar pun di rumah udah diajarin tapi lingkungan juga kagak bener, tetep jadi bablas kan? Jangan ampe deh para pemuda Islam terjerumus dalam kemaksiatan.
Siapkan diri
Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (HR Tirmidzi)
Duh, kalo baca ni hadis jadi malu dah ama diri kita sendiri. Bukannya pada inget kematian dan kehidupan akhirat, malah banyak maksiatnya karena ngumbar hawa nafsu melulu.
Nah, sekarang gimana kalo kita siapin diri kita supaya nggak terjebak dalam hawa nafsu dan bisa menemukan apa yang namanya cinta?
Pertama, kudu ngaji alias mengkaji Islam. Penting nih, Bro en Sis. Maksudnya penting buat bekal dunia-akhirat, bukan buat ajang mejengin para ikhwan-akhwat pengajian lah! Oya, tapi juga tetep kudu diteliti, yang dikaji tentang apa aja. Kalo ngaji, tapi malah ngajarin untuk nggak sholat, boleh ngelakuin hubungan suami istri tanpa nikah, ya itu sih namanya sesat deh! Tapi kalo ngajarin shalat lima waktu, shaum, zakat, makna jihad yang benar, perjuangan menegakkan khilafah. Itu baru keren!
Kedua, harus siap aplikasi (wedew!): yup, konsekuensi dari ngaji Islam adalah aplikasi dalam keseharian. Sama juga bohong kalo ngaji, tapi teteup nggak shalat, tetep pacaran.
Ketiga, pinter-pinter milih aktivitas yang berguna dan syar’i agar bisa meredam dan mengalihkan nafsu.  Contohnya banyak, Sobat. Perbanyak aktivitas taqarub kepada Alloh. Jadikan shaum sebagai perisai. Dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah saw. pernah menasihati orang-orang yang belum menikah. Sabdanya, “Wahai pemuda! Siapa di antara kamu yang sudah mencapai ba’ah (mampu menikah), maka menikahlah karena itu akan lebih menjaga mata dan kehormatanmu. Dan siapa yang belum mampu, maka shaumlah karena shaum merupakan benteng (dari perbuatan zina)”
Keempat, jaga hati dan pandangan. Susah memang, apalagi jaga pandangan bagi para kaum adam yang hidup di tengah-tengah kaum hawa yang udah pada tampil ‘ berani’.  But, kalo buat amar ma’ruf nahi mungkar, nasehatin para kaum hawa untuk nggak mamerin auratnya ya wajib lah! Misalnya: “Tuh, Sista, tolong jaga auratnya ya! Kalo keluar rumah, cukup wajah en telapak tangan yang terlihat. Celana pendeknya mah buat di dalem kamar aja, jangan dipake keluar ya!”
Kelima, berteman dengan ‘teman baik’. Yup, temen yang baik adalah temen yang nggak ngebiarin kita terjerumus dalam kemaksiatan dan hal-hal yang jelek. Sebaliknya, ngajakin kita ke pengajian. Rela ngasih jilbab en kerudung buat kita yang masih merasa nggak nyaman dan belum terbiasa nutup aurat. Enak tuh!
Keenam, muara cinta kita adalah kepada Allah Swt. Yup, cinta kita kudu karena Allah Swt.  Nggak mo pacaran bukan karena nggak cinta, tapi karena Allah melarang mendekati zina. Pacaran kan mendekati zina. Kita nggak mo berbuat begituan bukan karena nggak cinta, tapi karena memang belum waktunya. Kapan? Waktunya ya kalo udah nikah, baru deh monggo!
Abu Hurairah dan Ibnu Abbas ra berkata: “Rasulullah Saw. berkhutbah sebelum wafatnya, yang di antaranya beliau bersabda: “Barangsiapa mampu bersetubuh dengan wanita atau gadis secara haram, lalu dia meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah menjaganya pada hari yang penuh ketakutan yang besar (kiamat), diharamkannya masuk neraka dan memasukkannya ke dalam surga.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin).

Jadwal Shalat

    TV Streaming Indonesia



    Diberdayakan oleh Blogger.